Pages

Sabtu, 24 April 2010

Nilai dan Prinsip

Nilai dan Prinsip

Nilai adalah konsep yang luas, seperti paying. Nilai-nilai itu tidak jelas, tetapi di bawahnya, kita mulai menciptakan prinsip-prinsip individual. Banyak dari kita mencampuradukan prinsip dan nilai, serta merta puas karena menganggap memahami keduanya, ketika pada kenyataannya kita hanya memiliki sebuah pengertian tentang penerapan nilai yang tidak jelas. Penciptaan sekumpulan prinsiplah yang memperbolehkan kita menerjemahakan nilai ke dalam kehidupan sehari-hari kita, yang berperan membimbing tindakan, pikiran, dan penyelesaian pada hal-hal sehari-hari. Biar saya contohkan pada Anda apa yang saya anggap suatu contoh bagus dinamika dalam pekerjaan.

Kejujuran adalah sebuah nilai. Buatlah kelompok yang terdiri atas orang-orang dan tanyakan pendapat mereka mengenai kejujuran. Tanggapan pertamanya hamper selalu merupakan konfirmasi positif bahwa hal itu adalah sebuah nilai yang kita butuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, mulailah menggolong-golongkan kejujuran dengan mengemukakan situasi spesifik, dan komitmen pada nilai itu dengan cepat menjadi membingungkan serta kabur. Apa yang pada awalnya tampak “hitam dan putih” menjadi abu-abu dan buram. Bayangkan, contohnya, ketika partner Anda memasuki ruangan memakai sweter yang menurut Anda agak tidak cocok. Ketika Anda ditanya apakah menyukai sweter itu, apakah kejujuran masih suatu yang mulia, atau apakah sebuah prinsip tiba-tiba muncul dan berkata, kebaikan dan kesopanan mungkin adalah cara paling baik untuk membuat jawaban? Lagi pula, membuat orang lain sedih menimbulkan efek meluas pada diri orang itu dan Anda bertanggung jawab karena menciptakannya. Nilai kejujuran, oleh karenanya, tidak perlu berarti bahwa kejujuran harus melebihi atau semata-mata sebuah ketidakacuhan, baik pada kebaikan maupun sopan santun yang baik.

Ketika dihadapkan pada situasi umum, biasa, sehari-hari, kita mendapati bahwa gagasan orisinal kita bahwa kejujuran adalah suatu hal yang mulia memerlukan dimensi lebih dalam daripada makna sebenarnya. Tidak ada bukti yang lebih nyata selain dalam individu yang sedang dalam kemajuan spiritual. Sebuah hukum alam mengatakan, “Semakin tinggi kesadaran spiritual seseorang semakin bertanggung jawab kita atas setiap tindakan kita.” Tidak mengacuhkan aturan itu bukanlah sesuatu yang melanggar hukum, baik di ruang sidang maupun di wilayah prinsip itu. Tidak ketika melihat kehidupan dari aspek yang masing-masing dari kita bertanggung jawab atas akibat dan konsekuensi keputusan serta pilihan kita. Tidak masalah apakah keputusan kita direncanakan atau tidak, disengaja atau tidak. Kita masih harus bertanggung jawab pada hasilnya. Hal itu saja merupakan alasan untuk memberi jeda sebelum bertindak atau mengatakan sesuatu yang mungkin akan kita sesali nanti.

Di sini sekali lagi nilai Pikiran Bercabang memainkan peran, karena saya percaya bahwa kontribusi yang paling bertenaga dan kuat dari seseorang merupakan kemampuannya mengajari kita manfaat menunda untuk sementara penilaian dan emosi, sambil memberi kita keterampilan yang diperlukan dalam membuat keputusan dan pilihan yang lebih baik. Untuk manfaat itu sendiri, nilainya sama dengan emas.

Setelah mendapati hal-hal itu berada di luar jalur, kita dapat melanjutkan dengan proses mengetahui dan menentukan sejumlah prinsip pribadi. Namun, sebuah peringatan lebih lanjut dan terakhir, jangan terlalu cepat dalam mengidentifikasi setiap gagasan yang Anda tidak ingin Anda lakukan. Semua tergantung pada masing-masing individu. Kecuali Anda mau menjalani hidup berdasarkan prinsip-prinsip yang Anda tetapkan, hal ini hanyalah membuang-buang waktu.

Saya menangani topik mengenai prinsip ini dengan sangat serius. Ada beberapa prinsip yang saya terima yang saya lebih suka mengorbankan hidup saya daripada melanggarnya. Hal itu merupakan tanda betapa seriusnya saya melakukannya. Saya percaya bahwa jika kita tidak hidup berdasarkan prinsip yang kita anut atau akui untuk percaya, kita kembali ke area kemunafikan.

Kuncinya adalah menemukan sejumlah prinsip pribadi, lalu menjalaninya, menjalani apa yang telah digariskan daripada hanya membicarakannya. Dalam hal Transformational Thinking, hal ini berarti menjadi model atau mentor dari prinsip yang Anda tentukan bagi diri Anda, bukan pada hal-hal yang mendikte Anda. Jika seseorang memutuskan menerima prinsip Kristen fundamentalis, tidak apa-apa, tetapi Anda harus bertanggung jawab untuk menjalani hidup menurut prinsip-prinsip tertentu. Hal yang sama berlaku bagi Islam, Yahudi, Budhha, dan lain-lain.

Saya menambahkan sepatah dua patah kata untuk kaum yang tidak percaya Tuhan atau atheis di sini. Kondisi yang sama berlaku pada Anda seperti yang telah dijelaskan pada yang lainnya. Uji asumsi Anda, buat keputusan Anda, lalu jalankan kehidupan menurut prinsip yang Anda tetapkan. Tidak ada orang atau filosofi apa pun yang begitu saja diterima atau terlewatkan untuk diuji. (B.G, 2006)
Selengkapnya...

Memanfaatkan Potensi


Kita tidak pernah tahu ke mana pemanfaatan potensi ini akan membawa kita. Sering kali, pencapaian yang kita peroleh berbeda tetapi lebih menghasilkan daripada apa yang menjadi tujuan kita semula. Apa yang telah berubah? Tentu saja bukan hokum alam ilmiah yang mengatur benda-benda di alam. Persepsi saya berubah. Kesadaran saya meluas. Saya sekarang lebih paham akan nilai apa yang saya kerjakan, membuat saya melihat dunia dengan jauh lebih jelas dan realistis.

Dengan memanfaatkan potensi kita, kita memperluas bidang persepsi kita yang sebenarnya telah ada di sana selama ini. Kita hanya tidak menyadari keberadaannya. Dengan belajar menerapkan potensi kita dalam bidang kehidupan lain, kita dapat meningkatkan kualitas hidup kita. Karena itulah kreativitas sangat penting dikembangkan…. bukan hanya dalam bidang seni, tetapi juga untuk meningkatnya kesadaraan yang diakibatkannya dalam keberadaan kita.

Musisi jauh lebih peka akan bunyi dan nada, seniman lebih paham akan kontras dan komposisi, keseimbangan dan keharmonisan. Penulis dan penyair merupakan ahli dalam menangkap sebuah kejadian serta menjelaskan maknanya kepada kita. Saya percaya ada kemampuan sebagai penyair, seniman, pelukis, penulis, dan lain-lain dalam diri kita. Tergantung kepada kita untuk belajar cara mengambil manfaat dari bakat itu. Saya percaya semuanya saling berhubungan. Apa yang tidak bisa saya lakukan pada suatu bidang bisa saya pelajari dari orang lain yang lebih ahli dalam bidang itu.

Saya tidak berbicara tentang melewati semacam tes dan mencari guru untuk memberikan pelajaran. Saya berbicara tentang menyadari dan cukup serius mencari jalan dalam melakukan apa pun yang Anda ingin atau harus lakukan. Kita membicarakan potensi yang ada dalam diri kita. Ada aspek lain dalam melihat sebuah potensi, yaitu dunia luar. Jika Anda melihat dengan pikiran terbuka dan inovatif, Anda akan mulai melihat berbagai macam potensi dan peluang di sekitar Anda. Hal ini termasuk dalam situasi apa pun Anda berada saat ini, dalam tingkatan apa pun perkembangan yang telah Anda capai. (B.G, 2006).
Selengkapnya...

Rabu, 07 April 2010

Tubuh dan Pikiran Saling Mempengaruhi


Wajah dan gerakan tubu kita mencerminkan pemikiran kita. Begitu juga sebaliknya. Mari kita coba: ingat satu hal yang Anda benci. Bayangkan itu ada dekat Anda. Selama Anda mengingatnya perhatikan ekspresi wajah dan gerakan tubuh Anda. Sekarang lakukan sebaliknya, ingat sesuatu yang Anda sukai seolah-olah ada di dekat Anda. Lagi-lagi perhatikan bahasa tubuh Anda.

Sekarang coba ini: lemaskan dan jatuhkan pundak Anda, rendahkan kepala, terik napas dan katakan, "Saya merasa luar biasa!" Saya yakin Anda tak merasa luar biasa. Sekarang coba lagi. Berdiri tegak, pundak lurus, tegakkan kepala, tarik napas dalam-dalam, dan ucapkan, "Saya merasa payah." Saya juga yakin Anda tidak merasa payah. Inilah yang saya maksud dengan pernyataan bahwa pikiran dan tubuh saling mempengaruhi. Keduanya saling terkait.

Saat menghadapi tantangan, berhati-hatilah dengan ekspresi wajah dan gerakan tubuh Anda. Jika situasinya menuntut reaksi cepat, katakan kepada diri Anda "hapus," dan sesuaikan postur tubuh Anda. Tersenyum, tegaskan kepada diri sendiri, "Saya bisa mengatasinya." Maka Anda telah berada di jalan menuju penguasaan pikiran Anda.(I.E,2009)
Selengkapnya...

Selasa, 06 April 2010

Persenjatakan angkatan muda





Sekiranya angkatan muda tidak dipersenjatai dengan jiwa agama akan hancurlah akhlaq bangsanya (Agus Salim).

Hal yang penulis garis bawahi dalam pernyataan tersebut adalah angkatan muda, jiwa agama, dan akhlaq. point yang diutarakan oleh tokoh ini sangatlah mengena dan berkaitan satu dengan yang lainnya. Angkatan muda tidaklah identik dengan fisik yang muda/remaja. Pendalaman angkatan muda disini penulis lihat sebagai sosok generasi penerus dari generasi sebelumnya, yang memegang peranan untuk merubah sesuatu yang tidak membangun, dan mempertahankan amanat dari generasi pendahulunya untuk kepentingan bersama. Tanpa adanya sinergi dari generasi satu ke generasi lain, mustahil ada perguliran tangkuk kebijaksanaan, atau adanya perubahan menuju hal konkrit yang lebih maju.

Jiwa Agama. Pemahaman dari point ini sangatlah mendalam, jiwa Agama penulis pikir seperti satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari berfokus pada tujuan Ilahiah dan murni bukan untuk kepentingan yang menguntungkan satu pihak. Hal tersebut juga pernah dikatakan oleh filosofi asal Denmark Kierkegaard, dimana tahapan setelah melewati nilai estetis, etis dan religius. Nilai religius yang bernilai sebagai jiwa Agama merupakan suatu rangkaian pembentukan karakter untuk menemukan kebenaran secara subjektifitas menciptakan diri otentik secara massal.

Akhlaq. Pada point terahir ini penulis beranggapan akhlaq adalah manifestasi dari pendalaman terhadap jiwa Agama yang konsisten dan penuh hasrat, tidak berpihak pada keperluan apapun yang hanya bernilai materi, melainkan ada nilai lain yang dititikberatkan yaitu menjadi diri jauh dari kepalsuan, dan keberpura-puraan dalam menjalankan hidup.

Semoga petuah dari tokoh tersebut mampu kita pahami dan kita kembangkan masing-masing, tentunya sesuai kemampuan kita yang tanpa batas ini. (H,2010)
Selengkapnya...

Hidup Adalah Perjuangan


Hidup adalah perjuangan tak henti-henti (R.A Kartini)
Menurut pendapat ahli feng shui pada tahun 2010 ini merupakan tahun yang keras, sehingga siapa yang tidak kuat akan tergilas di tahun ini. Pendapat tersebut sah-sah saja, sebab Indonesia adalah negara demokrasi, dimana semua orang boleh berpendapat. Namun jika pernyataan tersebut dikaitkan dengan kata mutiara yang diutarakan R.A Kartini, tidak hanya tahun 2010 saja yang keras, melainkan setiap tahun itu keras karena dibutuhkan perjuangan untuk mengarungi tahun tersebut.

Mengenal kata perjuangan, hal ini telah ditunjukkan bangsa Indonesia, dengan meraih kemerdekaan pada tahun 1945. Kemerdekaan ini merupakan wujud perjuangan bangsa Indonesia yang telah dijajah, baik itu penjajahan SDM maupun SDA. Sangat disayangkan jika saat ini kita menganggap bahwa Indonesia telah merdeka. Mengapa? pertanyaan ironi ini dapat dijawab oleh realita kehidupan masyarakat Indonesia. Kemiskinan yang mewabah di Indonesia dapat dijadikan salah satu contoh bahwa Indonesia masih dijajah, perbedaannya hanya pada siapa yang menjajah. Dulu kala kita dijajah bangsa asing, sekarangpun masih tetap, akan tetapi yang melakukan penjajahan tersebut bangsa sendiri. Sedih sekali, jika kita melihat kondisi ini melalui mata batin kita. Sedih itu wajar, kebangkitan yang kita butuhkan adalah pergerakan dari diri sendiri untuk berjuang tida henti. Sehingga apa yang pernah disampaikan R.A Kartini tidak akan mati. (H,2010)
Selengkapnya...

Senin, 05 April 2010

Tidak Ada Kegagalan, Hanya Umpan Balik Yang Kurang Tepat


Orang-orang cenderung memandang hari-hari buruk mereka sebagai kegagalan. Lalu timbul perasaan-perasaan tak karuan dan tak layak. Contohnya dalam bisnis, sering seseorang yang sedang berusaha meningkatkan penjualannya hanya memperoleh untung sedikit karena takut mengambil resiko. Dalam hubungan pria-wanita, seorang wanita yang mendapati suaminya berselingkuh, cenderung mempercayai bahwa semua pria tidak jujur seperti suaminya. Akhirnya, dia menjauhi semua pria.

Akan tetapi, coba Anda bertanya kepada orang-orang sukses tentang rahasia kesuksesan mereka. Mereka tidak hanya akan bercerita tentang kegagalan, tetapi juga tantangan yang mereka jumpai. Mereka pasti menceritakan bagaimana mereka menghadapi setiap tantangan, kalah dan berusaha lagi. Bagaimana kegagalan-kegagalan tersebut menjadikan mereka lebih tangguh dari sebelumnya. Masa lalu Anda benar-benar seperti harta karun pengalaman yang berharga untuk digunakan melangkah ke masa depan. John Grinder menggarisbawahi hal ini dengan mengatakan, “Masa lalu tidak sebanding dengan hari esok.” Tidak peduli seberapa kali Anda gagal di masa lalu, yang penting adalah bagaimana Anda memanfaatkan pengalaman-pengalaman tersebut. Pepatah Cina mengatakan, “Kesuksesan datang dari keputusan yang baik, keputusan yang baik datang dari penilaian yang tepat. Penilaian yang tepat diperoleh dari pengalaman dan pengalaman didapat dari penilaian yang buruk.”
Maju terus, ambil resiko, evaluasi, selaraskan, gunakan pengalaman-pengalaman terdahulu dan pengetahuan Anda untuk meraih kesuksesan. Tidak ada kegagalan, hanya umpan balik yang kurang tepat. (I.E, 2009)
Selengkapnya...

Selalu Ada Maksud Baik di Balik Setiap Tingkah Laku

Hidup adalah perjuangan, dan tiada henti-hentinya berjuang baik itu saat membuka mata sampai memejamkan mata kembali. Begitu pula dengan hubungan yang tidak jauh dari perjuangan kita dalam mempertahankannya, baik dengan cara sembunyi-sembunyi atau secara terang-terangan tetap saja hubungan itu tidak akan pernah hilang, sekali itu telah terjalin terus akan terjalin sampai akhir hayat menjelang. (R,2010)

Kebanyakan kita berhenti berhubungan dengan seorang teman baik setelah bersitegang dengannya. Kita cenderung terhanyut pada perilaku negatifnya dan menjadikan itu tolak ukur kita menilainya. Kita enggan berupaya memandang hal itu sebagai satu insiden dan mencoba memahami maksud di balik semua itu. Dengan memahami seseorang bukanlah tingkah lakunya, memisahkan tindakan dan nilainya, Anda akan terhindar dari banyak kekecewaan.
Sebagai contoh, jika Anda tanya seorang pencuri kenapa ia mencuri. Dia mungkin menjawab pencurian itu dilakukan untuk menafkahi keluarganya. Focus pada niat pencuri tersebut membantu Anda melihat sedikit kebaikan.
Mungkin Anda akan menemukan persamaannya dengan Anda. Akan tetapi, persepsi Anda tentang perbuatannya mendasari penilaian dan kritik Anda. Jadi, penting untuk memisahkan perilaku dan niat seseorang ketika berhubungan dengannya. Jika tidak, Anda akan terperangkap dalam generalisasi. Ingatlah ini hanya satu perbuatan, tidak adil jika kita anggap mewakili gambaran utuh dari orang tersebut. Lebih baik lagi, kita berusaha menyadari bahwa dari setiap perbuatan, tentu ada maksud positif di balik itu. Aristoteles mengatakan, “Setiap pengetahuan dan pencarian, sebagaimana setiap tindakan dan usaha, bertujuan pada suatu kebaikan.” (I.E, 2009)
Selengkapnya...

Orang-orang Melakukan Hal-hal Terbaik Sebatas Sumber-sumber Yang Mereka Miliki

Pernahkah Anda mengingat kejadian masa lalu dan merasa bodoh telah melakukannya. Kita semua pernah menyesali keputusan buruk yang kita buat. Tapi coba renungkan, pertimbangan Anda hanya terbatas pada pengetahuan dan sumber-sumber terbaik yang Anda miliki. Seburuk apa pun itu, keputusan tersebut adalah hal terbaik yang bisa Anda lakukan saat itu. Sekarang pengetahuan Anda bertambah. Pengalaman hidup membantu Anda membuat keputusan yang lebih baik. Seiring bertambahnya usia, Anda akan memperoleh pengetahuan, pengalaman-pengalaman baru yang membantu Anda menjadi lebih bijaksana dan berbahagia dalam hidup.

Benarlah kiranya, setiap tindakan dan perilaku seseorang merupakan cerminan dari kepercayaan, nilai dan pengalamannya yang terus bertambah seiring waktu berjalan. Daripada menghakimi mereka, bantulah mereka memahami situasi yang ada, tawarkan pandangan-pandangan bari dalam melihat masalah dengan lebih baik. Dengan melakukan ini, Anda tidak hanya membantu mereka melakukan yang terbaik, melainkan juga membuka jalan Anda untuk menjadi komunikator handal. (I.E,2009)

Guna memperoleh pengetahuan, seseorang harus belajar.
Guna memperoleh kebijaksanaan, seseorang harus mengamati.
-Marilyn Vos Savant
Selengkapnya...

Minggu, 04 April 2010

Keputusasaan : Kegagalan Bereksistensi


Membuat pilihan dan mengambil keputusan bukan hal yang mudah. Keharusan untuk memilih dan memutuskan persoalan yang berat dan sulit seringkali mengundang penderitaan. Ketidaklengkapan informasi kerap membuat manusia merasa cemas jangan-jangan ia salah memilih, terlebih bila pilihan itu bukan antara yang baik dan yang jahat, melainkan antara dua kebaikan. Bagi Kierkegaard, itulah drama eksistensi manusia.

Dalam Sickness unto Death, Kierkegaard, dengan nama samaran Anti-Climacus, membahas cara-cara yang dapat digunakan dalam menghadapi masalah eksistensi manusia yang paling mendasar, yakni kebutuhan untuk mengungkapkan hakikat temporal dan abadi manusia. Ia menggambarkan tiga cara yang gagal menghadapi masalah ini, yaitu tiga sikap yang ia sebut sebagai bentuk ‘keputusasaan’.
Sikap pertama adalah tidak menyadari masalah ini, maksudnya, orang itu tidak tahu bahwa dirinya adalah sintesis antara yang mewaktu dan yang abadi. Oleh karena itu, orang itu hidup dengan tidak memedulikan tegangan paling fundamental tersebut. Orang itu memang tidak merasakan keputusasaanya, dan karena itu Kierkegaard menyebut keadaan ini “keputusasaan bukan dalam arti yang memadai”. Misalnya, seorang estetis dan pemuja kenikmatan yang senang berpesta-pora barangkali tidak menyadari adanya sifat abadi dalam kodratnya yang tidak ia ungkapkan.
Ia mungkin merasa telah hidup dengan baik dan bahagia, padahal sebenarnya tidak. Hidupnya begitu didominasi oleh hasrat indrawi sehingga tidak tahan untuk hidup dalam dimensi keabadiaan atau rohani. Barangkali orangnya juga sangat pandai dalam hal tertentu, misalnya mendirikan bangunan yang megah atau membangun sistem pemikiran yang canggih, namun hidup pribadinya sangat rapuh karena dibangun dari khayalan demi khayalan. Ia bukan hanya tidak sadar sedang putus asa, melainkan juga tidak tahu bahwa pada dasar eksistensinya ia merasa cemas. Rasa aman yang ia miliki sebetulnya “tanpa roh”. Menurut Anti-Climacus, ini adalah bentuk keputusasaan paling buruk, karena dalam ketidaksadarannya orang itu tidak mau menyadari keputusasaanya. Dengan kata lain, ia merasa ‘aman’ dan ‘mantap’ di bawah kuasa keputusasaan.

Sikap kedua adalah menyadari bahwa ia tidak hanya memiliki aspek temporal tetapi juga abadi, dan kemudian mencoba mendamaikan tegangan di antara kedua aspek ini dengan mencela yang abadi dan menenggelamkan diri dalam hal-hal temporal. Kesadaran ini dapat muncul sebagai akibat tamparan nasib, misalnya nasib buruk membuat usahanya bangkrut atau orang yang dicintainya meninggal.
Dalam situasi seperti ini orang biasanya mulai sadar bahwa kehidupan manusia memang sangat rentan terhadap pengalaman pahit atau malapetaka sehingga ingat akan Tuhan Sang Pencipta. Barangkali ia pun mulai rajin beribadah dan mendekatkan diri pada Yang Ilahi. Akan tetapi, kalau situasi buruk itu tiba-tiba berbalik haluan, dan keinginan atau harapan orang itu mulai terpenuhi, ia pun kembali hidup dalam immediasi. Orang ini, meskipun menyadari aspek abadi dirinya, pada hakikatnya tidak mau mengungkapkan seluruh kodratnya sebagai manusia, melainkan hanya dimensi temporal saja.
Karena sikap ini menolak sebagian dirinya, Kierkegaard menyebutnya “keputusasaan karena tidak ingin menjadi diri sendiri”. Bentuk yang lebih rendah lagi adalah “keputusasaan karena tidak ingin menjadi sebuah diri”, dan yang paling rendah adalah “keputusasaan akibat ingin menjadi bukan dirinya, karena ingin memiliki diri yang baru”.
Sikap kedua ini dapat terungkap dalam bentuk usaha membuang jauh-jauh kesadaran akan keputusasaan dan sedapat mungkin mengabaikan rasa abadi atau menyuburkan kesadaran khusus akan keputusasaannya mungkin “mendapati rumah tempat tinggalnya sungguh menjijikan”, atau “memahami bahwa terlalu memperhatikan hal-hal duniawi merupakan kelemahan”. Namun, alih-alih mengakui dengan rendah hati kelemahan diri dan keputusasaannya, ia malah “lebih terjerat dalam keputusasaanya, dan juga keputusasaan atas kelemahannya”.

Sikap ketiga adalah menyadari tegangan fundamental dalam diri manusia sebagai sintesis antara yang mewaktu dan yang abadi, dan berusaha mengungkapkan tegangan ini dengan kekuatan sendiri. Orang yang mengambil sikap ini akan berusaha mengungkapkan dimensi abadi dengan kehendaknya sendiri, sembari “memisahkan diri dari setiap relasi dengan Kekuatan yang mengandaikan/membuatnya”. Dengan kata lain, orang tersebut menolak bantuan ilahi dalam menghadapi tegangan itu, dan memutuskan untuk menghadapinya dengan kekuatannya sendiri.
Kierkegaard menyebut sikap ini “keputusasaan terhadap keinginan menjadi diri sendiri”. Dirinya sendiri menjadi tuan, dan orang itu tidak menginginkan penolong dari luar. Bagi Anti-Climacus, tindakan ini merupakan penolakan terhadap Yang Ilahi dengan menjadikan diri sendiri “dewa eksperimental”. Usaha ini, bagaimanapun juga, pasti akan gagal: “Tidak ada diri turunan (i.e. diri ciptaan) dapat, dengan memperhatikan dirinya sendiri, member dirinya sendiri lebih daripada yang ada… Maka diri, yang dalam keputusasaannya berusaha menjadi dirinya sendiri, malah bergerak menuju lawannya: ia sungguh-sungguh gagal menjadi sebuah diri”. Akibatnya, orang itu benar-benar putus asa. Keputusasaan ini baru akan terobati ketika orang berpaling kepada Yang Ilahi dan membiarkan diri ditolong oleh-Nya.
Dengan demikian, keputusasaan seperti digambarkan oleh Anti-Climacus sangat berkaitan dengan wilayah eksistensi atau tahap-tahap jalan hidup tempat orang tersebut berada. Keputusasaan merupakan tanda bagi orang tersebut bahwa ia harus melakukan sesuatu terhadap dirinya, termasuk berani masuk ke dalam wilayah eksistensi yang lebih tinggi. Ketika kebosanan merasuk dan kegelisahan menggelitik karena merasa hidup yang selama ini dijalani tidak otentik atau dirasa tidak lagi memadai, orang perlu melihat gejala ini sebagai gema panggilan untuk menjadi diri sendiri yang lebih otentik atau dirasa tidak lagi memadai, orang perlu melihat gejala ini sebagai gema panggilan untuk menjadi diri sendiri yang lebih otentik. Realisasi kehidupan yang otentik ini merupakan perjalanan yang tidak pernah akan selesai, karena manusia adalah pengada yang terus menjadi. Dalam relasi dengan Yang Ilahi khususnya, tidak pernah ada kata ‘cukup’ karena manusia yang terbatas tidak akan pernah akan menjadi Yang Tak Terbatas.(T.H.T,2004)
Selengkapnya...

Jumat, 02 April 2010

Hormati Cara Orang Lain Membentuk Dunianya

Setiap manusia memiliki serangkaian nilai dan kepercayaan yang melatarbelakangi setiap tingkahlakunya. Jika Anda berupaya mengubahnya sesuai keinginan Anda, hal ini bias menjadi tantangan atau kekecewaan. Kekecewaan muncul sebagai akibat tidak adanya perubahan nilai-nilai dan perilaku orang tersebut. Perubahan kecil yang akan Anda rasakan kemungkinan disebabkan rasa takut dan merasa sia-sia karena dengan cepat orang tersebut akan kembali ke kebiasaan lamanya.

Sebagai contoh, mari kita lihat kasus yang dialami teman saya, dia sangat tergila-gila pada basket. Dia ingin istrinya turut menonton tiap pertandingan bersamanya. Sang istri menolak karena dia tidak tertarik. Walau demikian dia tetap berusaha menunjukkan sedikit minat pada olahraga kegemaran suaminya. Tetapi tetap saja tidak dianggap cukup. Sulit dipercaya bahwa konflik kecil semacam ini dapat memicu perceraian.

Suatu hari, kami bertiga sepakat bertemu. Sepanjang waktu, teman saya terus-menerus menyerang istrinya dengan keluhan sang istri sama sekali tidak peduli pada dirinya. Dia gagal menyadari satu kebenaran bahwa dia dan istrinya adalah dua individu yang berbeda. Dia sangat yakin sang istri sudah tidak mencintainya lagi. Sang istri berurai air mata dan berkata, “Yang dia inginkan hanya menjadikan saya seperti dirinya. Memangnya kenapa kalau saya tidak menonton TV? Kenapa menjadi masalah?” seharusnya ini tidak perlu dibesar-besarkan.


Sambil berpura-pura bodoh, saya bertanya, ”Mengapa Anda berdua menikah? Coba pikirkan sebentar.” Mereka saling menatap dan sang istri menjawab, ”karena kami saling mencintai, ingin hidup bersama, berkeluarga dan berbahagia.” Dengan ekspresi berterimakasih, teman saya tampak menyetujuinya.

Akar permasalahannya terletak ketika teman saya menutup mata pada fakta bahwa kita sangat berbeda satu sama lain. Sang istri dan ketiga anak mereka tak berbuat apa-apa. Untungnya sang istri berpegang teguh pada tujuan utama pernikahan mereka: cinta dan keluarga. “Seandainya suami saya tidak terlalu membesar-besarkan perbedaan di antara kami, tentu tidak ada masalah perceraian. “Seiring upaya keliru untuk mengubah istrinya, teman saya tidak menyadari alangkah lucu dan anehnya jika ada orang yang persis seperti dirinya. Perlu beberapa waktu sampai akhirnya ia menyadari untuk lebih baik memahami perbedaan istrinya daripada bersusah payah mengubahnya.

Mereka setuju saling berbagi minat. Sang istri akan membaca buku menemani sang suami menonton pertandingan basket. Teman saya berjanji untuk memahami dan menerima minat istrinya pada karya-karya sastra. Walaupun sepertinya sepele, namun kesadaran untuk menghormati perbedaan antarindividu telah menyelamatkan perkawinan mereka.

Marge Pierce mengatakan, “Hidup kita adalah anugerah yang pertama, cinta adalah yang kedua, dan ketiga adalah pengertian.” Jadikan ini prinsip dalam hidup Anda. Cintai orang lain dan pahami mereka, maka Anda akan hidup lebih berbahagia. (I.E,2009)


Selengkapnya...