Pages

Sabtu, 24 April 2010

Nilai dan Prinsip

Nilai dan Prinsip

Nilai adalah konsep yang luas, seperti paying. Nilai-nilai itu tidak jelas, tetapi di bawahnya, kita mulai menciptakan prinsip-prinsip individual. Banyak dari kita mencampuradukan prinsip dan nilai, serta merta puas karena menganggap memahami keduanya, ketika pada kenyataannya kita hanya memiliki sebuah pengertian tentang penerapan nilai yang tidak jelas. Penciptaan sekumpulan prinsiplah yang memperbolehkan kita menerjemahakan nilai ke dalam kehidupan sehari-hari kita, yang berperan membimbing tindakan, pikiran, dan penyelesaian pada hal-hal sehari-hari. Biar saya contohkan pada Anda apa yang saya anggap suatu contoh bagus dinamika dalam pekerjaan.

Kejujuran adalah sebuah nilai. Buatlah kelompok yang terdiri atas orang-orang dan tanyakan pendapat mereka mengenai kejujuran. Tanggapan pertamanya hamper selalu merupakan konfirmasi positif bahwa hal itu adalah sebuah nilai yang kita butuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, mulailah menggolong-golongkan kejujuran dengan mengemukakan situasi spesifik, dan komitmen pada nilai itu dengan cepat menjadi membingungkan serta kabur. Apa yang pada awalnya tampak “hitam dan putih” menjadi abu-abu dan buram. Bayangkan, contohnya, ketika partner Anda memasuki ruangan memakai sweter yang menurut Anda agak tidak cocok. Ketika Anda ditanya apakah menyukai sweter itu, apakah kejujuran masih suatu yang mulia, atau apakah sebuah prinsip tiba-tiba muncul dan berkata, kebaikan dan kesopanan mungkin adalah cara paling baik untuk membuat jawaban? Lagi pula, membuat orang lain sedih menimbulkan efek meluas pada diri orang itu dan Anda bertanggung jawab karena menciptakannya. Nilai kejujuran, oleh karenanya, tidak perlu berarti bahwa kejujuran harus melebihi atau semata-mata sebuah ketidakacuhan, baik pada kebaikan maupun sopan santun yang baik.

Ketika dihadapkan pada situasi umum, biasa, sehari-hari, kita mendapati bahwa gagasan orisinal kita bahwa kejujuran adalah suatu hal yang mulia memerlukan dimensi lebih dalam daripada makna sebenarnya. Tidak ada bukti yang lebih nyata selain dalam individu yang sedang dalam kemajuan spiritual. Sebuah hukum alam mengatakan, “Semakin tinggi kesadaran spiritual seseorang semakin bertanggung jawab kita atas setiap tindakan kita.” Tidak mengacuhkan aturan itu bukanlah sesuatu yang melanggar hukum, baik di ruang sidang maupun di wilayah prinsip itu. Tidak ketika melihat kehidupan dari aspek yang masing-masing dari kita bertanggung jawab atas akibat dan konsekuensi keputusan serta pilihan kita. Tidak masalah apakah keputusan kita direncanakan atau tidak, disengaja atau tidak. Kita masih harus bertanggung jawab pada hasilnya. Hal itu saja merupakan alasan untuk memberi jeda sebelum bertindak atau mengatakan sesuatu yang mungkin akan kita sesali nanti.

Di sini sekali lagi nilai Pikiran Bercabang memainkan peran, karena saya percaya bahwa kontribusi yang paling bertenaga dan kuat dari seseorang merupakan kemampuannya mengajari kita manfaat menunda untuk sementara penilaian dan emosi, sambil memberi kita keterampilan yang diperlukan dalam membuat keputusan dan pilihan yang lebih baik. Untuk manfaat itu sendiri, nilainya sama dengan emas.

Setelah mendapati hal-hal itu berada di luar jalur, kita dapat melanjutkan dengan proses mengetahui dan menentukan sejumlah prinsip pribadi. Namun, sebuah peringatan lebih lanjut dan terakhir, jangan terlalu cepat dalam mengidentifikasi setiap gagasan yang Anda tidak ingin Anda lakukan. Semua tergantung pada masing-masing individu. Kecuali Anda mau menjalani hidup berdasarkan prinsip-prinsip yang Anda tetapkan, hal ini hanyalah membuang-buang waktu.

Saya menangani topik mengenai prinsip ini dengan sangat serius. Ada beberapa prinsip yang saya terima yang saya lebih suka mengorbankan hidup saya daripada melanggarnya. Hal itu merupakan tanda betapa seriusnya saya melakukannya. Saya percaya bahwa jika kita tidak hidup berdasarkan prinsip yang kita anut atau akui untuk percaya, kita kembali ke area kemunafikan.

Kuncinya adalah menemukan sejumlah prinsip pribadi, lalu menjalaninya, menjalani apa yang telah digariskan daripada hanya membicarakannya. Dalam hal Transformational Thinking, hal ini berarti menjadi model atau mentor dari prinsip yang Anda tentukan bagi diri Anda, bukan pada hal-hal yang mendikte Anda. Jika seseorang memutuskan menerima prinsip Kristen fundamentalis, tidak apa-apa, tetapi Anda harus bertanggung jawab untuk menjalani hidup menurut prinsip-prinsip tertentu. Hal yang sama berlaku bagi Islam, Yahudi, Budhha, dan lain-lain.

Saya menambahkan sepatah dua patah kata untuk kaum yang tidak percaya Tuhan atau atheis di sini. Kondisi yang sama berlaku pada Anda seperti yang telah dijelaskan pada yang lainnya. Uji asumsi Anda, buat keputusan Anda, lalu jalankan kehidupan menurut prinsip yang Anda tetapkan. Tidak ada orang atau filosofi apa pun yang begitu saja diterima atau terlewatkan untuk diuji. (B.G, 2006)